Yang Lebih Penting Dari Politik – GUS DUR

INGAT PESAN GUS DUR

Berdampingan dengan perbedaan. Allah sudah menghendaki sebuah perbedaan, namun Allah menghendaki perbedaan tersebut bukan untuk perpecahan dan konflik. Sebaliknya, Allah menghendaki perbedaan tersebut menjadi sumber kebaikan dan kemajuan bagi seluruh umat. Sejatinya, lewat perbedaan, manusia dapat saling belajar dan bertukar pikiran. Melalui perbedaan, manusia dapat saling melengkapi dan saling menguatkan. Dari sebuah perbedaan, manusia dapat menciptakan inovasi yang bermanfaat bagi sesama manusia. Oleh karena itu, kita harus menyikapi perbedaan dengan terbuka dan bijaksana. Berlomba-lombalah dalam kebajikan, bukan dalam permusuhan. 

Menghargai sebuah keputusan dan pilihan orang lain. Berbagai macam latar belakang yang berbeda akan selalui kita temui dalam kehidupan bermasyarakat, begitupun pilihan yang berbeda-beda pula. Termasuk dalam kategori pemilihan umum, tidak menutup kemungkinan antara istri dan suami berbeda, begitu juga orang tua dan anaknya. Begitu pun, antara tetangga dengan tetangga lainnya.  hal yang wajar karena setiap individu berhak memilih sesuai keyakinan dan keinginan mereka. Keberagaman dalam pilihan adalah suatu hal yang lumrah, terutama mengingat adanya beberapa calon dan keunggulan masing masing calon. Sebagai seorang Muslim, kita selalu diajarkan untuk menghormati pilihan orang lain, meskipun berbeda dengan pilihan yang kita pilih.

Mengulas kembali pesan Kiai Abdurrahman Wahid. Gus Dur mengingatkan, pemilu adalah peristiwa lima tahunan. Sementara menjaga kebhinekaan berlaku sepanjang hayat. Tidak perlu menghadapi pemilu seperti perkara hidup mati. Jangan sampai persoalan pemilu, memecah persaudaraan sesama anak bangsa. Persaudaraan yang terpecah belah dapat merendahkan martabat negara. Bahkan Gus Dur menegaskan, yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Proses demokrasi seharusnya memperluas wadah bagi kontrak sosial dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Proses pemilihan umum merupakan bentuk pengungkapan janji politik dengan sikap yang sopan dan beretika. Jangan mudah terbawa oleh suasana, kerap kali dalam bersosial media kita menemukan ujaran kebencian untuk calon pemimpin yang kita pilih. Maka yang harus kita terapkan yakni bijak dalam bermedia sosial. Memilah dan memilih mana yang menjadi kedamaian dan mana yang malah memperburuk keadaan.  

Menurut Profesor Quraish Shihab, menelaah dari Q.S Yusuf ayat 54. Pada ayat tersebut mendahulukan kata yang memiliki arti “pemeliharaan” daripada kata “berpengetahuan”  karena dilihat dari esensinya. Seseorang yang menjaga amanah namun tidak berpengetahuan ia akan terdorong untuk meraih pengetahuan yang belum dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang berpengetahuan namun tidak amanah, bisa jadi ia menggunakan pengetahuannya untuk mengkhianati amanah. Apabila kita ditakdirkan sebagai seorang pemimpin, maka kita harus bersikap adil tanpa pandang bulu dan jujur dalam setiap keadaan, agar menjadi pemimpin yang melaksanakan amanah dengan baik. Dengan demikian, kita menjadi pemimpin yang mencintai rakyatnya, dan rakyat pun mencintai pemimpinnya. Apabila kita mendapatkan pujian dan sanjungan dari orang banyak, jangan sampai lupa diri. Apabila kita mendapatkan cemoohan dan hinaan dari orang lain, jangan merasa sedih atau berputus asa, atau membalas penghinaan itu dengan lebih berat. Sebaliknya kita harus bersikap simpati kepada mereka yang menghina itu dan mendoakan mereka untuk kebaikan.

Menjaga lisan, jangan kotori mulut kita dengan mengolok-olok sesorang yang sudah jelas mulianya. Setiap dari diri kita adalah pemimpin, dan dari setiap perbuatan dan perkataan kita akan dimintai pertanggung jawaban atas apapun yang kita pimpin. Bulan yang mulia nishfu sya’ban jangan sampai kita nodai dengan berbagai penyakit hati, dengan sebagai provokator, menyimpan penyakit hati riya, iri dan menggunjing. Sebagai orang yang berilmu, kita pasti tahu bahwa perbuatan diatas adalah haram maka kita akan mengakui bahwa perbuatan tersebut memang sebuah larangan dari Allah dan barang siapa yang melakukannya akan mendapatkan dosa, dan dia pasti akan mengakui kesalahannya. Berbanding terbalik dengan orang yang tidak berilmu, meskipun sudah tahu bahwa yang dikerjakan termasuk larang Allah, ia sekalipun tidak akan merasa bersalah atas perbuatannya. Jadi, kamu termasuk yang mana?

Bagikan

SISI LAIN LAINNYA