Kiai Zaini Mun’im adalah pendiri pondok pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, Jawa Timur, KH Zaini Mun’im, yang merumuskan lima kesadaran atau Panca Kesadaran yang harus diamalkan para santri. Kelima kesadaran tersebut disebut dengan Panca Kesadaran Santri. Pertama kesadaran beragama, kedua kesadaran berilmu, ketiga kesadaran bermasyarakat, keempat kesadaran berbangsa dan bernegara, dan yang kelima kesadaran berorganisasi. Sebelum mengulas lebih jauh lima kesadaran santri tersebut ada baiknya sejenak kita membincang kata kuncinya, yaitu “kesadaran”. Menğapa Kiai Zaini Mun’im memakai kata kesadaran?
Pentingnya Kesadaran Santri
Kenapa bukan “dasar”, “keyakinan”, “ideologi”,”khittah”, “cita”, dan lain semacamnya. Dugaan saya, kesadaran tidak hanya sekadar antitesis dari ketidak-sadaran, tapi ia merupakan suatu kondisi berpikir aktif di mana seorang individu memiliki kendali penuh dan dapat mengolah atas pelbagai apa saja yang terjadi, baik di dalam maupun di luar dirinya.
5 Kesadaran Yang Harus Dimiliki Santri
Kesadaran Beragama
Meminjam bahasa Gus Mus, agama ibarat kereta kencana yang selalu sedia mengantarkan manusia pada kebahagiaan, tidak hanya di dunia melainkan juga di akhirat. Karena agama tidak melulu mengatur soal shalat, puasa, zakat, dan ibadah ritual lain semacam-nya. Tak kalah penting adalah perintah untuk bersikap luhur terhadap Tuhan, sesama dan makhluk lainnya. Segala perintah maupun larangan sebenarnya, demi kebaikan manusia sebagai hambah dan khalifah pada sisi yang lain. Sama sekali tidak ada efek sampingnya terhadap keesaan Tuhan.
Karena itu, santri punya tugas tafaqquh fid din; memahami nilai-nilai keagamaan seutuh mungkin. Hingga betul-betul menjadikan agama sebagai rahmat bagi semesta. Bukan malah menjual atau menjadikan agama sebagai kendaraan untuk kepentingan diri sendiri dan atau golongan.
Kesadaran Berilmu
Nabi pernah bersabda bahwa barangsiapa yang menginginkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kuncinya harus berilmu. Pertanyaannya, bagaimana dengan akhlak? Idealnya orang yang berilmu (seharusnya) berakhlak baik dan begitu sebaliknya. Tapi memang harus diakui bahwa masih banyak orang berilmu perilakunya justru mencerminkan sebaliknya.
Kesadaran Bermasyarakat
Hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada satu pengasuh pesantren yang rela jika santri-santrinya kembali ke masyarakat hanya menjadi intelektual picisan. Oleh karena itu, alumni pesantren harus berada di garda terdepan sebagai-meminjam Bahasa bung karno-penyambung lidah rakyat.
Kesadaran Berbangsa dan Bernegara
Inilah rahasianya kenapa hingga sampai saat ini, tidak ada orang-orang pesantren yang radikal dan intoleran. Sejarah juga membuktikan bagaimana perjuangan kaum santri, mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemerdekaan. Di negara-negara Timur Tengah hampir 100% penduduknya beragama islam, tetapi, perang saudara terus berkecamuk. Adu domba asing semakin menyulut peperangan tiada henti. Mengapa? Menurut Kiai Aqil Siradj, ukhuwah wathaniyyah tidak dijadikan pijakan membangun negara dan bangsa. Dalam konteks demikian, mencintai tanah air serta menjaga persatuan bangsa merupakan kewajiban mutlak bagi orang-orang pesantren.
Kesadaran Berorganisasi
Mari kita menengok permainan sepak bola yang kunci utamanya adalah kerja tim. Syahdan, kesebelasan sepak bola yang diisi para pemain top dunia, selalu menelan kekalahan di setiap pertandingan, baik pada laga tandang maupun kandang, usut punya usut mereka miskin koordinasi.
Demikian juga dengan sebegitu bagus visi yang kita miliki untuk mensejahterakan masyarakat misalnya, tapi tak terorganisasi dengan rapi, akan sia-sia. Nbahkan, tak jarang niat mulia itu menjelma senjata makan tuan. Keberhasilan Komite Hijaz di dalam membendung arogansi Wahabi merupakan bukti nyata akan pentingnya organisasi. Demikian uraian singkat Panca kesadaran santri yang dirumuskan Kh Zaini Mun’im. Tidak patut dijadikan prinsip dasar bagi para santri melainkan juga terbuka untuk dikaji kembali.