Jabat Tangan Pengikat Tali Persaudaraan

Jabat Tangan Pengikat Tali Persaudaraan

Budaya jabat tangan antara laki-laki dan perempuan di lingkungan tertentu masih menjadi sesuatu yang tabu, yang notaben juga menyambung tali persaudaraan. Berjabat tangan dengan kerabat, teman atau seseorang yang bukan mahrom dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Memang benar islam melarang umatnya bersentuhan dengan yang bukan mahram, hal ini tentu maknanya bisa melebar sampai jabat tangan. 

Mengenai dalil untuk menguatkan pendapat di atas larangannya telah tertulis dalam hadis yang berbunyi

  عن معقل بن يسار رضي الله عنه أن رسول الله و سلم قال: أَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسٍ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌلَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ 

Artinya: “Menusuk kepala dengan jarum dari besi, itu jauh lebih baik buat seorang muslim di antara kalian dibandingkan jika ia bersentuhan dengan wanita yang bukan halal baginya.” 

Pendapat Ulama Tentang Jabat Tangan

Sebagian golongan menafsirkan larangan tersebut dalam hal apapun. Keras tanpa ada toleran. disini kelebihannya ketentuan syariat benar-benar dijaga. Namun, Sebagian golongan lain mempraktekkan dengan fleksibel, sesuai situasi dan kondisi yang tetap di koridor islam. kelompok ini berdalihkan tidak semua dampak dari jabat tangan itu buruk. Jika kita memaknai sesempit memegang tangan bukan mahram dilandaskan syahwat, jelas haram hukumnya. 

Coba kita telaah lagi, apakah semua yang berjabat tangan dengan bukan mahram untuk kepentingan hawa nafsu mereka saja? Tentu tidak jawabnya. Manakala disama ratakan demikian, efeknya mereka masyarakat desa yang hidup dengan budaya bersalam-salaman ketika idul fitri menentang pernyataan tadi. Di desa kalau kita tidak mau berjabat tangan terlebih di momen lebaran, mereka memandang seseorang tadi umat beragama kuno dan terlalu ketat. 

Pemikiran seperti ini juga tidak bisa dibenarkan. Semestinya, kalau orang tertentu tidak mau berjabat tangan dengan bukan mahram, kita biarkan saja. Tidak usah berprasangka buruk kepadanya. Sedangkan kita, jika mau melestarikan berjabat tangan saat hari raya idul fitri dipersilakan saja. Kebiasaan berjabat tangan yang terus diulang akan membentuk budaya. Nah, budaya ini sudah melekat di masyarakat desa khususnya umat islam. Mereka tidak bisa meninggalkan salam-salaman sehabis shalat ied. Bahkan salam-salaman, berjabat tangan berlanjut lagi dengan mengunjungi rumah tetangga kanan kirinya.

Menyambung Tali Persaudaraan

Niat yang melatarbelakangi masyarakat desa berkunjung ke rumah sanak saudara ini tulus nan ikhlas. Ingin menyambung tali persaudaraan. Ingin mengetahui kabar terbaru saudara, serta ingin bercakap-cakap. Dan penghubung paling intinya terletak pada berjabat tangan ketika bertemu. Rasanya ada yang kurang jika tidak ketemu. Kecanggihan teknologi yang memudahkan komunikasi saja tidak cukup melegakan hati. Maka dari itu, makna jabatan tangan disini sangat berarti bagi masyarakat desa. 

Eratnya tali persaudaraan di desa sebagaimana yang tergambar di pembahasan sebelumnya, jarang kita temui di lingkungan kota. Interaksi masyarakat desa sehari-hari tidak selalu mulus halus hidup rukun. Percekcokan, perbedaan pendapat dan perasaan iri masih menyelimuti. Oleh karenanya, jika bukan jabat tangan sebagai media pengurai tegangnya perselisihan lalu apalagi.

Poin pentingnya disini adalah bersentuhan dengan bukan mahram menurut para ulama pada asalnya mubah. Hukumnya berubah menjadi haram apabila disertai dengan syahwat atau dikhawatirkan terjadinya fitnah. Jadi, niat kita yang harus ditata lagi. Jabat tangan niatkan untuk memperkuat tali persaudaraan serta menggugurkan dosa yang pernah kita perbuat kepada sesama. Semoga niat tulus permintaan maaf kita lewat perantara jabat tangan diterima dengan terbuka.

Bagikan

NGAJI PANGURIPAN LAINNYA

NGAJI PANGURIPAN LAINNYA