Allah Swt berfirman dalam surah Al-Alaq ayat 3 sampai 5 yang berbunyi:
اقْرَأْ وَرَبّكَ الْأَكْرَمْ (٣) الّذِى عَلَّمَ بَآ لْقَلَمِ (٤) عَلَّمَ الْإِنسَنَ ماَ لَمْ يَعْلَمْ (٥)
Yang artinya: “Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha mulia (3) Yang mengajar (manusia) dengan pena (4) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (5)”
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa, Pemikiran inilah, yang nantinya menjadi bekal manusia sebagai pegangan hidupnya. Untuk membedakan mana yang baik, dan mana yang salah. Namun, sejatinya konsep merdeka dalam berpikir yang sesuai dalam lingkup kepesantrenan adalah berpikir yang menggunakan ilmu.
Sebagai seorang santri, diharuskan untuk berpikir dengan sudut pandangan yang luas, serta bebas. Meskipun pada faktanya, banyak sekali orang yang merendahkan pendidikan, apalagi untuk kaum perempuan. Jika ada orang, yang memandang rendah ilmu, sama saja dia sedang menjatuhkan dirinya pada lubang kebinasaan. Sebab, untuk meraih surga harus dengan ilmu. Untuk mencapai kebahagiaan didunia juga menggunakan ilmu. Maka, orang yang memandang ilmu dengan rendah, sama saja ia menjatuhkan dirinya, kedalam kebinasaan. Bagi sesorang yang sedang mencari ilmu, wirai, menjadi salah satu Riyadoh yang harus dilakukan. Penerapannya ialah dengan menjaga kesucian ilmunya. Menjaga kesucian ilmu caranya, dengan menjauhi maksiat. Maksiat adalah sesuatu yang kotor tentu tidak dapat menyatu dengan ilmu yang suci. Seseorang yang berilmu, namun tidak dapat menjaga kesucian ilmunya, maka ia hanya menjadi orang yang pintar saja. Tanpa bisa mendapatkan berkah dari sebuah keilmuan. Menjauhi maksiat itu sendiri bukan hanya, maksiat yang terlihat sangat besar. Akan tetapi maksiat yang paling sulit, sesungguhnya adalah maksiatnya hati. Yaitu sombong dan takabbur. Jika ada seorang santri, yang memiliki rasa sombong, dan takabbur, niscaya ia tidak akan mendapatkan manfaat dari ilmu nya, sebab telah tertutupi oleh rasa sombong didalam dirinya.
Pada penafsiran ayat ke empat dan kelima, ada sebuah pendapat yang menyatakan bahwa Allah Swt memberi pengajaran kepada hamba-hamba Nya, untuk menjadi orang yang pintar dan benar. Sedangkan, pintar sendiri, seringkali dimaknai sebagai orang yang berintelektual tinggi. Dan benar, dimaknai sebagai spiritual yang tinggi. Sedangkan, Dalam proses ini, terkadang seseorang tidak menemukan konsentrasi dalam belajar dan berpikir. Maka, untuk meresapi ayat yang keempat dan kelima ini, hal yang paling pokok bagi penuntut ilmu adalah rasa tawadhu kepada seseorang yang telah memberikan ilmu. Yang kedua, harus adanya akhlak kepada orang tua. Seseorang yang mencari ilmu, namun tidak memiliki rasa tawadhu kepada guru dan orang tuanya, sama saja dengan sebuah kebohongan belaka. Tidak ada artinya, dan percuma. Harus ada keduanya, ada ilmu dan diseimbangkan dengan dengan akhlak. Orang yang pintar harus benar, orang yang benar harus berilmu. Sebab, seseorang tidak mungkin dapat dibenarkan perkataannya, tanpa sebab keilmuan. Bila, seseorang menyatakan kebenaran tanpa menggunakan ilmu, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka. Dengan adanya ilmu, seseorang dapat menyatakan kebenaran. Sebab adanya ilmu, yang menjadi alasan daripada setiap pernyataannya.
Sejatinya, yang paling diharapkan dari sebuah santri, adalah kehadiran Allah Swt dalam benak hatinya. Sebab jika didalam hati seorang santri, terdapat Allah Swt, maka akan ada perasaan takut kepada Allah Swt. Dengan kata lain, seorang santri harus memiliki ketakwaan di dalam hatinya. Jika, seorang santri ternyata berprestasi entah dalam pembacaan kitab kuning, bahasa, atau matematika, itu adalah anugerah. Yang paling penting adalah, adanya Allah Swt didalam hatinya. Sebenarnya dalam penyampaian ilmu, itu harus dari hati ke hati. Yang memberi ilmu ikhlas, yang mendapatkan ilmu ikhlas. Maka ilmu tersebut akan meresap kedalam hati penerima ilmu. Merdeka dalam berpikir itu penting, namun merdeka dalam berpikir harus disertai dengan pemahaman ilmu yang tepat. Ilmu sendiri, harus disertai dengan wara dan tawadhu agar, menjadi manfaat dan barokah tersendiri. Sedangkan adab adalah persyaratan ilmu. Maka dengan demikian, adab dan ilmu adalah suatu kesinambungan.