Melampaui Batas

melampaui batas

Setiap perjalanan dalam sebuah kehidupan seorang Muslim tak lepas dari konsep syariat sebagai pedoman hidup. Syariat mengajarkan aturan-aturan jelas tentang apa yang diperbolehkan dan yang dilarang. Namun, tidak sedikit orang yang merasa perlu melampaui batas syariat demi mencari makna kehidupan yang lebih dalam. Agama islam, memiliki aturan dan syariat bagi umatnya. Agama melarang umatnya bertindak melampaui batas sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Quran. Mari kita berdiskusi dan belajar apa definisi dari melampaui batas dan bagaimana menghadapinya. 

Sebagaimana tercantum dalam surah Al-Alaq ayat 1-8 didalamnya menjelaskan bagaimana seseorang hamba disebut sebagai seseorang yang melampaui batas. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa manusia itu benar-benar melampaui batas apabila melihat dirinya serba cukup dengan harta, jabatan, pengikut, dan semisalnya. Apa yang dimiliki membuatnya mudah mengingkari nikmat Allah dan lupa bahwa semua adalah anugerah-Nya. Bagaimana manusia ketika diberi keadaan yang cukup kemudian mereka merasa tidak perlu beriman dan dapat melanggar hukum Allah serta merasa berkuasa, sewenang-wenangnya dan tidak butuh orang lain. 

Namun, tidak sedikit pula dari manusia yang bertindak diluar batas manakala merasa dirinya tidak mendapatkan kenikmatan seperti yang dikatakan sebelumnya. Selalu merasa kekurangan dan akhirnya seseorang tersebut cenderung mencari cara untuk mengatasi rasa sakit emosionalnya dengan berontak terhadap ajaran agama. Dalam kondisi seperti ini, tanpa bimbingan yang tepat, ditakutkan seseorang tersebut melakukan kegiatan yang melampaui batas syariat Islam. Kegiatan tersebut seperti mengabaikan ibadah wajib, mengkonsumsi obat-obat terlarang, percobaan bunuh diri, berzina dan terkadang sampai berperilaku syirik. 

Jangan sampai kita menjadi bagian dari keduanya. Allah benar-benar akan meng-adzab bagi orang yang melampaui batas dan menempatkannya di Neraka. Allah juga tidak memberikan ampunan kepada mereka. Sebaliknya bagi siapapun yang dapat menahan diri dari perbuatan yang melampaui batas, tempatnya ialah surga. Menurut syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah di antara akibat melakukan kemaksiatan adalah terhalangnya seseorang dari ilmu dan rezeki, timbul perilaku menyimpang antara dirinya dengan Allah, dirinya dengan orang lain, mempersulit urusan-urusannya, gelapnya hati, wajah, dan kuburan, lalainya hati dan badan, terhalangnya dari ketaatan, sia-sianya umur, menumbuhkan kemaksiatan sejenisnya, melemahkan keinginannya untuk taat pada Allah swt.

Menurut Gus Baha, maksiat bukanlah sesuatu yang alami bagi manusia. Tubuh dan jiwa kita sebenarnya menolaknya. Oleh karena itu, untuk melakukan maksiat, seseorang membutuhkan dorongan eksternal seperti nafsu, godaan setan, atau pengaruh lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa maksiat bertentangan dengan fitrah manusia, yang secara alami lebih selaras dengan nilai-nilai kebaikan dan ketaatan kepada Allah.

Penjelasan diatas seharusnya membuat kita sadar, bahwa kita harus membatasi diri kita dengan perbuatan yang menyalahi aturan agama. Seburuk apapun keadaan kita, kita punya Allah dalam segala hal. Kita hanyalah seorang hamba, yang masih butuh Rahmat-Nya. Jangan sampai pada awal tahun ini kita memulai perjalanan baru dengan menjadi hamba yang melampaui batas, jangan jadikan harta menjadi patokan utama dalam ber kehidupan, sama halnya dengan jabatan, dan popularitas. 

Kita sebagai seorang Muslim harus tetap pada syariat dan jalan yang lurus, kita akan menyadari bahwa hidup akan selalu berorientasi pada ridha Allah. Dengan kembali ke jalan lurus, kita akan meraih ketenangan dan kebahagiaan sejati yang tidak bisa digantikan oleh apa pun di luar batas syariat. Syariat bukanlah batasan, ia adalah jalan yang menuntun setiap Muslim pada kemuliaan hidup yang sebenarnya.

Bagikan

SISI LAIN LAINNYA