Umat muslim harus menegaskan bahwa sejarah bepusat dari sari-sari Dzat Allah, dalam prespektif Al-Quran dimulai dari adam; tentang sebuah surga yang hilang: tentang pengusiran manusia dari surga karena tidak patuh kepada Allah. Upaya umat islam adalah menyelamatkan sejarah, mengintegrasikan kebajikan fana di dunia ini, dengan masa depan keselamatan abadi di akhirat.
Makna Al-Qur’an adalah menunjukkan kepada umat manusia, jalan yang mengantarkannya kembali ke surga yang didapatkan di akhirat. Bagaimana menjalani hidup di dunia yang menyerupai surga dengan kehidupan yang diserahkan sepenuhnya kepada Allah, dan hal tersebut menentukan bagaimana manusia berinteraksi antara satu dan lain dengan indah.
Menjalani hidup dengan mengabaikan Allah akan mengantarkan manusia kepada kehancuran. Bahkan di dunia ini, : Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan iman, niscaya diberi petunjuk oleh Allah karena keimanannya. Mereka di dalam surga yang penuh kenikmatan, mengalir dibawahnya sungai-sungai. Dan sungguh, kami telah membinasakan umat-umat sebelum kamu, ketika mereka berbuat dholim, padahal para rasul mereka telah datang membawa keterangan-keterangan (yang nyata), tetap sama sekali tidak mau memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat dosa.”
Sejarah Dalam Prespektif Al-Quran
Dari prespektif Al-quran, sejarah manusia berisi kisah-kisah masyarakat yang gagal menjalani hidup yang sesuai dengan ajaran Ibrahim, meskipun mereka telah diperingatkan berulang-ulang untuk mengikutinya. Al-quran menganjurkan kepada pembaca untuk memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan (Al-quran/:86).
Setiap individu yang merusak masyarakat mereka tidak hanya mendatangkan akibat-akibat mengerikan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk seluruh masyarakat. Maka dari itu, tujuan islam adalah membangun masyarakat yang mencerminkan ajaran Ibrahim kepada Allah. Sebuah masyarakat makmur bukanlah semata-mata masyarakat yang terdiri dari orang-orang beriman yang menerima dan menyembah Allah dengan benar: namun juga masyarakat yang mampu menciptakan masyarakat yang adil, memiliki integritas moral, melindungi serta berjuang.
Dalam pandangan umat muslim terhadap dunia, setiap peristiwa dunia mengacu pada 2 hal dan selalu terlihat dalam 2 konteks. Setiap tindakan manusia memiliki relevansi dunia dan akhirat. Setiap manusia bertanggung jawab atas perbuatan dirinya pada hari perhitungan. Sebuah doa dalam Al-Qur’an mengajarkan kepada umat muslim untuk meminta kepada Allah agar memicu umat untuk memikul beban dan mengemban tanggung jawab pemerintahan dan budaya dalam arti yang luas. ”Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat” (Al-Quran/2:201).
Implementasi Kehidupan Bermasyarakat
Oleh karena itu, umat muslim harus yakin bahwa membangun kehidupan bermasyarakat yang baik di muka bumi adalah kewajiban agama yang sangat besar. Umat muslim memiliki keyakinan yang sama, bahwa di dalam acuan transenden adalah lebih penting: jalannya arah sungguh-sungguh tidak lebih penting daripada kualitas kehidupan seseorang. Namun, umat muslim yakin bahwa arah sejarah dan bentuk sosial yang dibentuknya tampak sangat relevan dengan kualitas kehidupan setiap individu di dalamnya. Umat islam yakin bahwa di dalam struktur dunia dan perkembangannya sudah terdapat sebuah jalur yang benar, bahwa makna sejarah pasti terletak pada sejauh mana hukuman (hakikatnya hukum Allah) dan akhirnya mereka yang memahami hukum sejati akan menerima tanggungjawab.
Kita tidak segera melihat betapa miripnya sudut pandang ini, dengan pandangan dunia modern, dimana hak asasi yang tidak bisa dicabut dari manusia (hak untuk hidup, hak untuk mendapat kebebasan dan untuk mencapai kebahagiaan) diberikan kepada kita oleh Allah (yang menciptakan manusia dengan derajat yang sama). Selama Negara menjamin hak asasi pemberian Allah yang tidak bisa dicabut, selama ia mengatur dengan cara yang selaras, maka perintah tersebut sah dan begitu pula sebaliknya. Otoritas moral atau perbuatan dari hukum-hukum islam harus sejalan dengan ini, jika tidak, pemerintahan tersebut tidak konstitusional, bukan merupakan perwujudan dari yang disebut sebagai hukum alami (natural law).