Rahmat Allah, Jalan Menuju Surga

Rahmat Allah, Jalan Menuju Surga

Terdapat sebuah riwayat, dari Imam Al-Hakim yang dinukil oleh Asy-Syekh Al-Hafizd Al-Munzdiri dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib. Riwayat tersebut menceritakan kisah seorang hamba Allah yang hidup selama 500 tahun dengan penuh ibadah dan ketaatan kepada-Nya. Sepanjang hidupnya, ia tidak pernah berbuat maksiat, hanya beribadah kepada Allah. Hamba ini tinggal di atas puncak gunung yang terletak di tengah lautan, sebuah tempat yang sangat terpencil. Di gunung tersebut, Allah memberikan sebuah mata air tawar yang sangat kecil, hanya sebesar ibu jari, yang terus mengalir. Meskipun di sekelilingnya adalah lautan yang luas dan asin, air tawar ini mengalir dengan jernih untuk memenuhi kebutuhan hamba tersebut.

Selain itu, Allah juga menumbuhkan sebuah pohon delima yang selalu berbuah setiap hari dan matang dengan sempurna. Buah delima ini menjadi makanan yang halal bagi sang ahli ibadah. Setiap malam, ia turun dari puncak gunung untuk mengambil air wudhu dan memetik buah delima yang telah matang. Setiap hari ia hanya mengonsumsi buah delima dan air yang berasal dari mata air kecil itu. Dalam doanya, ia memohon kepada Allah, “Ya Allah, ketika ajalku datang, ambillah nyawaku dalam keadaan sujud kepada-Mu, dan jagalah tubuhku agar tidak hancur atau dimakan binatang hingga hari kiamat.” Allah pun mengabulkan doa tersebut, dan ketika sang hamba meninggal, ia wafat dalam keadaan sujud, tubuhnya tetap terjaga hingga hari kiamat. 

Suatu hari, hamba ini dihadapkan pada keputusan Allah, apakah ia akan masuk ke surga atau tidak. Allah memutuskan untuk memasukkannya ke surga sebagai bentuk rahmat-Nya. Namun, sang hamba yang telah beribadah selama 500 tahun merasa tidak puas. Ia berkata, “Ya Allah, masukkan aku ke dalam surga karena amal ibadahku. Aku ingin tahu bagaimana ganjaran yang akan aku terima dari amal ibadahku selama ini.” Ia merasa bahwa amal ibadahnya selama 500 tahun lebih dari cukup untuk mendapatkan surga. Malaikat yang diperintahkan Allah pun membawanya untuk ditimbang amal ibadahnya.

Allah Swt memerintahkan malaikat untuk menimbang amal ibadah hamba tersebut dengan nikmat-nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Pertama, nikmat penglihatan, yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari, ditimbang terlebih dahulu. Ternyata, berat nikmat penglihatan ini jauh lebih besar daripada amal ibadah yang telah dilakukan hamba tersebut selama 500 tahun. Tidak hanya penglihatan, nikmat-nikmat lainnya seperti pendengaran, mulut, tangan, dan kaki juga ditimbang, dan semuanya lebih berat daripada amal ibadah yang telah dilakukan sang hamba. Setelah semua nikmat ini ditimbang, Allah memutuskan bahwa sang hamba harus masuk ke neraka, karena ternyata nikmat-nikmat yang Allah berikan jauh lebih besar daripada amal ibadahnya.

Saat hamba tersebut hendak diseret ke neraka, ia merasa sangat menyesal dan menyadari kesalahannya. “Ya Allah, aku sadar, hanya karena rahmat -Mu lah aku bisa masuk ke surga. Aku menarik kembali kata-kataku, dan aku memohon kepada-Mu agar aku dapat masuk ke surga hanya karena kasih sayang dan rahmat-Mu.” Ia akhirnya mengakui bahwa amal ibadahnya selama 500 tahun tidak sebanding dengan nikmat yang Allah berikan kepadanya. Malaikat Jibril yang menceritakan kisah ini kepada Rasulullah berkata, Inna kulla shai’in birahmatillah.” “Kanjeng Nabi, sesungguhnya segala sesuatu karena rahmah-Nya Allah.” Bahkan amal ibadah yang luar biasa sekalipun, tetap tidak dapat menggantikan rahmat Allah yang Maha Agung.

Pelajaran besar yang dapat kita ambil dari kisah ini adalah bahwa kita tak dapat masuk surga hanya dengan amal ibadah kita, seberapa besar pun amal tersebut. Bahkan seseorang yang beribadah selama 500 tahun tanpa maksiat sekalipun, tidak dapat menandingi nikmat yang Allah berikan. Sebagai hamba, kita harus selalu rendah hati dan tidak merasa bahwa amal ibadah kita sudah cukup untuk mendapatkan surga. Jangan mengandalkan ibadah untuk masuk surga, karena surga hanya bisa dicapai dengan rahmat Allah. Dan ingat, ibadah itu bukan sebab yang memasukkan ke surga, tapi hanya sebagai sebab untuk mendapatkan rahmat-Nya Allah. 

Pengisi Rubik :

H. Moch. Ikhwan, S.S., M.Si., M.Pd.I

Bagikan

KISAH INSPIRATIF LAINNYA

KISAH INSPIRATIF LAINNYA