Khadijah binti Khuwailid merupakan sosok wanita yang patut dijadikan teladan bagi seluruh umat Islam, memiliki kedudukan sangat tinggi di hadapan Nabi Muhammad Saw, juga dikenal sebagai wanita terbaik pada zamannya. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim menyatakan bahwa Ali pernah mendengar Nabi Muhammad Saw bersabda:
خَيْرُ نِسَائِهَا مَرْيَمُ بِنْتِ عِمْرَانَ وَ خَيْرُ نِسَائِهَا خَدِيْجَةُ بِنْتِ خُوَيْلِدْ
“Sebaik-baik wanita (langit) adalah Maryam binti Imron dan sebaik-baik wanita (bumi) adalah Khadijah binti Khuwailid.”
Alkisah, Khadijah binti Khuwailid adalah seorang pedagang kaya raya dan memiliki hati mulia. Beliau biasa menjajakan dagangannya dengan cara mengutus seorang yang beliau percaya. Pada suatu hari, Khadijah binti Khuwailid mendengar kabar bahwa ada seorang laki-laki sangat jujur, itulah Nabi Muhammad Saw. Sontak Khadijah binti Khuwailid segera mencari keberadaan Nabi Muhammad Saw lalu mencoba memberi amanat kepada Nabi Muhammad Saw agar menjual dagangan ke wilayah Palestina, Syiria, Lebanon, dan Yordania.
Khadijah binti Khuwailid membawakan dagangan yang lebih baik daripada apa yang dibawakan orang selain Nabi Muhammad Saw. Dalam melakukan perjalanan dagang, Nabi Muhammad Saw ditemani oleh Maisarah, seorang yang lebih lama diberikan kepercayaan oleh Khadijah binti Khuwailid. Selama perjalanan dagang, Maisarah merekam sikap Nabi Muhammad Saw yang sangat mulia serta dihiasi kejujuran, kemudian ia melaporkannya kepada Khadijah binti Khuwailid.
Perdagangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw menghasilkan laba berlipat ganda serta penuh berkah. Hal ini menjadikan Khadijah binti Khuwailid tertarik kepada Nabi Muhammad Saw. Kemudian Khadijah binti Khuwailid mengungkapkan isi hatinya kepada sahabat beliau yang bernama Nafisah binti Munyah. Awalnya Khadijah binti Khuwailid sempat merasa ragu dan minder, sebab usia dan kedudukan beliau dengan Nabi Muhammad berbeda jauh. Nafisah binti Munyah berusaha meyakinkan sang sahabat hingga Khadijah binti Khuwailid merasa pantas menjadi istri Nabi Muhammad Saw.
Seusai mendengar curahan hati Khadijah binti Khuwailid, Nafisah binti Munyah bergegas menemui Nabi Muhammad Saw untuk menceritakan tentang perasaan Khadijah binti Khuwailid. Nabi Muhammad Saw dan Khadijah binti Khuwailid berunding dengan keluarganya masing-masing untuk menindak lanjuti cerita yang dibawa oleh Nafisah binti Munyah. Akhirnya keluarga mereka menyepakati adanya pernikahan antara Nabi Muhammad Saw dengan Khadijah binti Khuwailid.
Saat menuju ke rumah untuk Khadijah binti Khuwailid untuk melangsungkan pernikahan, Nabi Muhammad Saw diantar oleh paman-paman beliau yang bernama Hamzah dan Abu Thalib. Kedatangan mereka disambut hangat oleh keluarga Khadijah binti Khuwailid. Pernikahan itu terjadi ketika Nabi Muhammad Saw berusia dua puluh lima tahun, sedangkan Khadijah binti Khuwailid memasuki usia empat puluh tahun.
Nabi Muhammad Saw memberikan mahar kepada Khadijah binti Khuwailid berupa unta sebanyak dua puluh ekor. Pernikahan mereka berdua berjalan selama dua puluh lima tahun, hingga Khadijah binti Khuwailid wafat. Selama mengarungi bahtera rumah tangga bersama Khadijah binti Khuwailid, Nabi Muhammad Saw tidak pernah menikah dengan wanita lainnya.
Pernikahan Nabi Muhammad Saw dengan Khadijah binti Khuwailid ini dikaruniai putra dan putri, namun tidak ada satupun putra mereka yang hidup. Adapun putri-putri mereka ialah Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, serta Fatimah. Ketika dewasa, Zainab dinikahi oleh Abul Ash bin Ar-Rabi’. Ruqayyah dan Ummu Kultsum menikah dengan Utsman bin Affan dalam waktu yang berbeda. Fatimah dinikahi oleh Ali bin Abi Thalib pada waktu di antara Perang Badar dan Perang Uhud. Dari pernikahan Fatimah dan Ali ini, Nabi Muhammad Saw mendapatkan empat cucu, yakni Hasan, Husain, Zainab, dan Ummu Kultsum.