Perbedaan Aqiqah Dengan Kurban

Qurban Yayasan Al-Jihad

Definisi Aqiqah dan Qurban

Perintah Allah yang berkenaan dengan mendekatkan diri melalui prosesi penyembelihan hewan ada dua macam, aqiqah dan kurban. Sepintas antara kedua Ibadah ini memiliki beberapa persamaan. Namun, hakikatnya berbeda. Mari kita bahas mulai pengertian paling mendasar. Ibnu Qayyim dalam Kitab Tuhfatul Maudud mendefinisikan aqiqah ialah menyembelih hewan pada hari ketujuh kelahiran anak dan mencukur rambutnya. Adapun hikmah tersiratnya untuk mengekspresikan syukur atas nikmat keturunan. Apabila belakangan marak ritual aqiqah yang diramaikan dengan barzanji, pengajian, atau hal serupa tidak masalah. Variasi acara tersebut tentu boleh, akan tetapi rangkaian utama tetap pada menyembelih kambing dan memotong rambut bayi.

Qurban diadopsi dari kata qaruba (Arab) bermakna mendekat. Istilah lain qurban ialah udhhiyah, artinya hewan yang disembelih saat hari Idul Adha guna mendekatkan diri kepada Allah. Syaikh ‘Abdul ‘Adhim Badawi mengimbuhi penjelasan dalam Kitab al-Wajiz fi Fiqhus Sunnah, Qurban berarti penyembelihan hewan tertentu dengan niat mendekatkan diri kepada Allah pada waktu Idul Adha atau hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah). Pesan tersirat ibadah qurban adalah merenungkan dan menghayati kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, kita diingatkan untuk tidak terjebak dalam nafsu-nafsu yang merugikan dan merusak seperti perilaku yang mengarah pada kebinatangan dalam diri manusia.

Hukum Aqiqah dan Qurban

Perbedaan selanjutnya terdapat pada hukum menjalankan ibadah aqiqah dan qurban. Berlandasan pada pendapat mayoritas Ulama dan Fuqaha tentang hukum aqiqah merupakan jalan terbaik dalam memahami syariat yang dapat ditempuh orang awam. Menurut mayoritas Ulama dan Fuqaha, sunnah bagi orang tua yang perekonomiannya cukup untuk mengadakan upacara aqiqah anak mereka. Di samping itu, melaksanakan aqiqah termasuk cara menghidupkan sunnah Rasulullah. Dalil yang masyhur terkait aqiqah yaitu hadis riwayat At-Tirmidzi, berikut artinya “Dari samurah dia berkata : Rasulullah SAW bersabda : seorang tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan baginya hewan aqiqah pada hari ketujuh kelahirannya, dan diberi nama, dan dicukur rambutnya”

Lihat juga; Hukum Aqiqoh Untuk Anak Yang Sudah Meninggal/Keguguran

Qurban dengan Surah al-Kautsar adalah perintah sekaligus dalil yang mudah diingat. Berikut satu hadis riwayat Ibnu Majah untuk memperkuat dalil dari ayat Al-Qur’an yang artinya, “Menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, menceritakan kepada kami Zaid bin Hubab, menceritakan kepada kami Abdullah bin Ayyas dari Abdurrahman al- A’raji dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: barang siapa yang mempunyai kemampuan tetapi dia tidak mau berkurban maka janganlah iamenghampiri tempat shalat kami.” (H.R. Ibnu Majjah) Jadi, hukum melaksanakan qurban adalah sunnah. Namun, dua Imam Madzhab yaitu Imam Maliki dan Hanafi memandang hukum qurban wajib bagi ahlul bait sebagaimana zakat fitrah.

Pelaksanaan Aqiqah dan Qurban

Terakhir tentang syarat dan pelaksanaan aqiqah juga qurban. Mengutip hadis riwayat Aisyah r.a dengan lafadz, “Aisyah r.a berkata: dari Rasulullah saw; afdhal bagi anak laki-laki dua ekor kambing yang sama keadaannya dan bagi anak perempuan seekor kambing. Dipotong anggota-anggota (binatang) dan jangan dipecah-pecah tulangnnya.” Dapat disimpulkan bahwasanya, syarat aqiqah antara lain dua ekor kambing untuk anak laki-laki sedang satu ekor untuk anak perempuan. Perihal tata cara penyembelihan hewan aqiqah sama seperti ketika qurban.  Syarat yang harus dipenuhi saat qurban diantaranya:

  1. Binatang qurban adalah binatang ternak seperti: sapi, unta, kambing, biri-biri yang telah menjadi kesepakatan ulama.
  2. Binatang tidak cacat, pincang, melainkan binatang kualitas terbaik.
  3. Alat pemotong tajam.
  4. Memotong tepat di bawah leher hewan qurban.
  5. Hanya menyebut nama Alah ketika menyembelih.

Waktu pelaksanaan aqiqah apabila mengacu Hadis Sumurah maka dikerjakan pada hari ketujuh. Akan tetapi, melaksanakan aqiqah di lain waktu juga boleh, sebagaimana pendapat Imam Malik “Jika seorang bapak mampu mengaqiqah anaknya pada hari ketujuh, maka hal itu lebih utama, sesuai dengan perbuatan Nabi Muhammad namun jika hal itu terasa menyulitkan, maka diperbolehkan untuk melaksanakan pada hari kapan saja, maka perintah menyembelih untuk Aqiqah terdapat kelongggaran waktu dan kemudahan.”

Bagikan

INFORMASI TERBARU LAINNYA