Empat tokoh yang menjadi Mujtahid dalam hukum Islam antara lain Imam abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i (ahli fiqih) dan Imam Ahmad bin Hambal. Sementara mayoritas di negeri ini mengikuti Madzhab Imam Syafi’i karena sesuai dengan kondisi historis dan sosial masyarakat Indonesia.
Mengetahui perjalanan hidup Imam Syafi’i akan terasa lebih dekat dengannya dan menjadi mudah dalam mengamalkan hukum Islam yang sesuai dengan hasil ijtihad Imam Syafi’i. Sosok Imam Syafi’i tidaknya seorang ahli Fiqih saja melainkan tokoh Muslim yang ahli di berbagai bidang keilmuan, semangat keilmuan yang luar biasa juga ditunjukkan oleh Imam Syafi’i ketika ditinggal wafat oleh ayahnya dan hidup yang serba kekurangan, namun tetap semangat menumbuhkan ilmu ke berbagai negeri.
Lahir di tahun 150 H, tahun wafat Imam Abu Hanifah, imam mazhab fiqh tertua. Yakin bahwa anaknya akan menjadi orang penting, sepeninggal ayahnya, ibunda Imam Syafii membawanya pulang dari Gaza ke Mekkah, kampung leluhurnya. Ayahnya Imam Syafi’i pernah bertemu Rasulullah saat masih kecil. Sedangkan Kakeknya, Sa’ib adalah pembawa bendera Bani Hasyim pada perang Badar. Ia tertawan kaum Muslimin, lalu menebus dirinya dan masuk Islam.
Imam Syafi’i adalah salah satu dari imam mazhab dalam ilmu Fikih yang paling banyak diikuti oleh umat Muslim di Indonesia. Ia terkenal sebagai perumus pertama metodologi hukum Islam atau disebut dengan Ushul fiqh melalui kitabnya yang berjudul Ar Risalah. Perjalanan Imam Syafi’i dalam Menuntut Ilmu Imam Syafi’i memulai perjalanan menuntut ilmunya dengan belajar membaca, menulis, dan menghafal Alquran dari ibunya yang bernama Fatimah binti Ubaidillah Azdiyah. Ia merupakan sosok ibu ahli ibadah yang sangat cerdas. Setelah Imam Syafi’i lahir, Fatimah mengajak anaknya untuk pindah ke Makkah.
Imam Syafi’i dibesarkan di Makkah oleh ibunya seorang diri, karena ayahnya, Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi’i, telah meninggal di Gaza. Ibunya yang cerdas membimbing Imam Syafi’i membaca dan menghafal Alquran. Ketika menginjak umur 7 tahun, Imam Syafi’i sudah khatam menghafal Alquran. Setelah menyelesaikan hafalan Al Quran, Imam Syafi’i melanjutkan dengan menghafal berbagai macam syair-syair Arab dan kitab Al-Muwattha’ yang ditulis oleh Imam Malik.Ketika berumur 15 tahun, beliau mendapat rekomendasi dari gurunya Muslim bin Khalid untuk memberikan berfatwa dalam masalah agama.
Al-Umm, salah satu kitab yang paling terkenal karangan Imam Syafi’i. Al-Umm, salah satu kitab yang paling terkenal karangan Imam Syafi’i. Pindah ke Baghdad Pada tahun 184 H, Imam Syafi’i berangkat ke Irak untuk diadili oleh Harun Al Rasyid atas tuduhan pemberontakan terhadap Khilafah Abbasiyah. Namun akhirnya beliau dibebaskan atas rekomendasi Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani yang merupakan murid terbaik dari Imam Abu Hanifah yang pada saat itu menempati posisi Qadhi pada pemerintahan Abbasiyah. Setelah dibebaskan dari tuduhan tersebut, beliau menetap di Baghdad. Ia berguru kepada Muhammad bin Hasan Asy Syaibani tentang Fiqih Hanafi atau Mazhab Ahli Ra’i sampai beliau wafat.
Pindah ke Makkah Setelah wafatnya Muhammad bin Hasan pada tahun 189, Imam Syafi’I meninggalkan kota Baghdad menuju kota Makkah dan mengisi kajian Fikih serta memberikan fatwa di masjidil Haram. Pada saat itulah beliau mulai merintis Mazhab sendiri yang berbeda dengan kedua gurunya yaitu Imam Malik dan Muhammad bin Hasan. Kembali ke Baghdad Setelah menetap selama 6 tahun di Makkah, Imam Syafi’i meninggalkan Tanah Suci dan kembali menuju Baghdad pada tahun 195 H.
Tujuan beliau kembali lagi ke Baghdad adalah untuk mengembangkan dan menyebarluaskan mazhabnya. Selama berada di Baghdad, beliau berhasil menulis kitab dalam bidang Ushul Fiqih yang berjudul al-Risalah dan dalam bidang fiqih yang berjudul al-Hujjah atau yang lebih dikenal dengan mazhab Qadim. Beliau menghabiskan masa hidupnya di Mesir hingga wafat pada tahun 204 H