Ijab Qobul: Orang Bisu

Ijab Qobul Bagi Orang bisu

Assalamualaikum wr. wb. Dalam ajaran Islam, ijab qobul atau akad nikah merupakan salah satu syarat sahnya pernikahan. Namun, bagaimana jika salah satu pihak yang hendak menikah adalah seorang yang bisu? Dalam artikel ini, akan dibahas tentang cara-cara yang dapat dilakukan agar ijab qobul dapat dilakukan dengan sah meskipun salah satu pihak yang terlibat dalam proses tersebut adalah orang bisu. Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca yang membutuhkan informasi tentang hal ini.

Pertanyaan:

1. Orang Bisu dalam mengucapkan ijab qabul, bagaimana pelafalannya?

2. Apakah pengantin pria saat menerima ijab qobul hanya boleh dengan sekali nafas, mengucapkannya??

Jawaban:

1. Solusi alternatif untuk orang bisu dalam mengucapkan ijab qabul, bisa melakukan tiga hal berikut ini:

Pertama, ijab qobul menggunakan bahasa isyarat yang jelas dan bisa dimengerti oleh orang lain. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Zainudin al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in berikut;

وَيَنْعَقِدُ بِإِشَارَةِ أَخْرَسٍ مُفْهِمَةٍ

Artinya :“Akad nikah sah (jadi) dengan isyaratnya orang yang bisu yang dapat dimengerti.”
Kedua, mewakilkan ijab qobul pada walinya. Jika seseorang yang menyandang disabilitas rungu tidak mampu melakukan akad nikah dengan menggunakan bahasa isyarat yang dapat dimengerti, maka dia boleh mewakilkan akad nikahnya kepada walinya.

وَاَمَا اِنْ كَانَ زَوْجًا فَاِنْ كَانَتْ اِشَارَتُهُ صَرِيْحَةً عُقِدَ بِهَا وَاِنْ كَانَتْ كِنَايَةً اَوْ كَانَ لَهُ كِتَابَةٌ فَاِنْ اَمْكَنَهُ التَّوْكِيْلُ وَكَلَ وَاِلَّا عُقِدَ بِهَا لِلضَّرُوْرَةِ . الإقناع في حل ألفاظ أبي شجاع : للشيخ شمس الدين محمد بن محمد الخطيب الشربني

Artinya :“Jika penyandang disabilitas rungu adalah seorang (calon) suami, apabila bahasa isyaratnya jelas, maka diakad nikah dengan bahasa isyaratnya. Apabila berbentuk kinayah atau bahasa isyaratnya tidak jelas, atau dia dapat menulis,  jika dia memungkinkan untuk mewakilkan, maka hendaknya dia mewakilkan. Jika tidak memungkinkan, maka diakad nikah dengan bahasa kinayah atau tulisannya karena darurat.”
Ketiga, menggunakan bahasa tulisan. Jika bahasa isyaratnya tidak dapat dimengerti dan ada uzur untuk mewakilkan pada walinya, maka dia boleh melakukan akad nikah dengan menggunakan bahasa tulisan. Hal ini karena bahasa tulisan disamakan dengan bahasa lisan. Dalam kitab I’anatut Thalibin, Syaikh Abu Bakar Syatha menyebutkan sebagai berikut;

وَيَنْعَقِدُ نِكَاحُ الْأَخْرَسِ بِإِشَارَتِهِ اَلَّتِيْ لَا يَخْتَصُّ بِفَهْمِهَا اَلْفَطِنُ، وَكَذَا بِكِتَابَتِهِ بِلَا خِلَافٍ عَلَى مَا فِي الْمَجْمُوْعِ

Artinya : ”Dihukumi sah nikahnya seorang penyandang disabilitas rungu dengan menggunakan bahasa isyarat yang tidak hanya bisa dipahami oleh orang yang pandai saja. Begitu juga dihukumi sah dengan menggunakan tulisannya tanpa ada perbedaan di kalangan para ulama sesuai dengan kitab al-Majmu.”

2. Pengantin Pria dalam Menerima Ijab Qobul dengan Sekali Nafas

  • Cara Pengucapan Ijab Qobul oleh Pengantin Pria

Jeda antara lafadz ijab dengan qabul tidak harus satu nafas namun cukup bersambung dan bersegera dalam menyampaikan qabulnya. Dalam hal hukum al faur yaitu apakah ijab qabul harus satu nafas dan tanpa ada jeda ini, para ulama’ berbeda pendapat. Ulama Hambali dan Hanafi berpendapat bahwa ’segera’ bukan syarat, selama masih dalam satu majlis. Namun jika salah satu sibuk melakukan aktivitas lain, yang memutus konteks pembicaraan, maka akad nikah tersebut tidak sah. (al Fiqh ala al Madzahib al Arba’ah, 4/16). Imam Ibnu Qudamah

Apabila kalimat qabul tidak langsung disampaikan setelah ijab, akad tetap sah. Selama masih dalam satu majlis, dan mereka tidak menyibukkan diri sehingga tidak lagi membicarakan akad. Karena hukum satu majlis adalah hukum yang sesuai konteks akad. (al Mughni, 7/81).

  • Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Pengucapan Ijab Qobul oleh Pengantin Pria

Antara lafadz ijab dan qabul tidak diselingi dengan kata kata lain ulama syafi’iyah dan malikiyah berpendapat, bahwa antara ijab dan qabul harus segera (’ala al Faur) dan tidak boleh ada pemisah, selain jeda ringan yang tidak sampai dianggap pemisah antara ijab dan qabul. (al Fiqh ala al Madzahib al Arba’ah, 4/16). Karena itu, sebagian ulama syafi’iyah melarang, ketika antara ijab dan qabul diselingi dengan ucapan apapun yang tidak ada hubungannya dengan akad nikah.

Jika antara ijab dan qabul dipisahkan dengan membaca hamdalah dan shalawat, misalnya, seorang wali mengatakan, ’saya nikahkan kamu.’ Kemudian suami mengucapkan, ‘Bismillah walhamdulillah, was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, saya terima nikahnya.’ Dalam kasus ini tidak sah. Karena dia memisahkan antara ijab dan qabul, sehingga akad nikah tidak sah.”(Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq, 2/35). Dalam kasus misalnya akad nikah ada gangguan sound system, kemudian ketika sang suami hendak mengucapkan qabul, tiba tiba dia harus memperbaiki mikrofonnya, beberapa saat kemudian dia mengucapkan qabul, akad nikah tetap dinilai sah.

Bagikan