PEMBERLAKUAN KEPADA JENAZAH YANG SYAHID DAN KEPADA JENAZAH WARIA

PEMBERLAKUAN KEPADA JENAZAH YANG SYAHID

Pertanyaan   :

  1. Bagaimana tata cara memperlakukan orang yang syahid dunia dan dan syahid akhirat?
  2. Bagaimana mengenai aturan fiqih orang yang dari pria terus operasi menjadi wanita. Manakala dia telah wafat, lalu memandikan dan menyolatkan nya secara memperlakukan wanita apa pria?

Jawaban        :

Perlu kita pahami terlebih dahulu terkait dengan mati syahid ini. Imam Nawawi menjelaskan bahwa syahid ada tiga macam :

Syahid yang mati ketika berperang melawan kafir harbi (yang berhak untuk diperangi). Orang ini dihukumi syahid di dunia dan mendapat pahala di akhirat (syahid dunia akhirat). Syahid seperti ini tidak dimandikan dan tidak dishalatkan.

Syahid dalam hal pahala namun tidak disikapi dengan hukum syahid di dunia (syahid akhirat). Contoh syahid jenis ini adalah mati karena melahirkan, mati karena wabah penyakit, mati karena reruntuhan, dan mati karena membela hartanya dari rampasan atau perampokan, begitu pula penyebutan syahid lainnya yang disebutkan dalam hadits shahih. Mereka tetap dimandikan, dishalatkan, namun di akhirat mendapatkan pahala syahid. Namun pahalanya tidak harus seperti syahid jenis pertama.

Orang yang khianat dalam harta ghanimah (harta rampasan perang), dalam nash pun menafikan atau tidak memasukkan syahid pada dirinya ketika berperang melawan orang kafir. Namun hukumnya di dunia tetap dihukumi sebagai syahid, yaitu tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. Sedangkan di akhirat, ia tidak mendapatkan pahala syahid yang sempurna. Ini disebabkan saat berperang tidak benar-benar membela agama Allah Swt tapi semata mata karena ingin mendapat rampasan perang. Secara lahir seakan-akan syahid tapi di sisi Allah Swt tidak mendapatkan pahala syahid ( syahid dunia).

Menurut Islam transgender adalah praktik dan perilaku menyimpang yang berlawanan dengan jenis kelamin. Kategori ini bisa dibongkar dengan mengusung makna perempuan sekaligus laki-laki dan sebaliknya. Semua perbuatan yang melibatkan proses mengubah jenis kelamin asli menjadi lawan jenis jelas bertentangan dengan hukum Islam.

Dalam hukum Islam, istilah ini paling dekat disebut sebagai al-mukhannath (laki-laki yang menyerupai feminitas) atau al-mutarajjilah (perempuan yang menyerupai maskulinitas). Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad ﷺ :

لَعَنَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ

Artinya: Nabi   melaknat laki-laki yang bersifat kewanitaan dan perempuan yang bersifat kelaki-lakian.” (Diriwayatkan al-Bukhari (5886).

Golongan transgender atau waria dilaknat oleh Nabi ﷺBaik laki-laki yang menyerupai perempuan atau sebaliknya.

Dengan demikian, berdasarkan pengertian transgender dan al-mukhannath yang telah disebutkan dengan jelas bahwa seorang individu tetap dengan jenis kelamin aslinya, hanya penampilannya yang menunjukkan lawan jenis. Oleh karena itu cara memandikan jenazah transgender, sesuai dengan kelamin awal. Seorang laki-laki tetaplah seorang laki-laki meskipun ia bertingkah laku seperti seorang perempuan. Semua hukum yang berlaku padanya juga sesuai dengan jenis kelamin pria tersebut.

Hal ini diungkapkan oleh Syaikh al-Syarwani:

وَلَو تَصَوَّرَ الرَجُلُ بِصُورَةِ المَرأَةِ أَو عَكسُهُ فلا نَقِضَ فِي الاُولَى وَيَنتَقِضُ الوُضُوءُ فِي الثَانِيَةِ لِلقَطعِ بِأَنَّ العَينَ لَم تَنقَلِب وَإِنَّمَا انخَلَعَت مِن صُورَةٍ إِلَى صُوَرٍ

“Jika seorang laki-laki bertingkah laku seperti perempuan atau sebaliknya, (jika seorang laki-laki menyentuhnya) tidak membatalkan wudhunya pada masalah pertama (laki-laki berwatak perempuan) dan membatalkan wudhunya pada masalah kedua (perempuan berwatak laki-laki) karena dipastikan tidak ada perubahan realitas tetapi yang berubah hanyalah penampakannya, yaitu berubah dari satu penampakan ke bentuk penampakan lainnya. (Lihat: Hawasyi al-Syarwani, 1/137).

Kesimpulan

Semua hukum terkait transgender didasarkan pada jenis kelamin aslinya. Hal ini disebabkan karena tidak ada perubahan pada jenis kelamin aslinya, yaitu dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya, tetapi yang berubah hanyalah penampilan luarnya saja. Oleh karena itu, semua masalah yang berkaitan dengan aurat, pakaian, pengelolaan jenazah seorang waria sesuai dengan jenis kelamin aslinya.

Bagikan