Penulis:
Dr. KH. M. Sukron Djazilan, S. Ag. M. Pd (Dosen UNUSA)
Dalam perjalanan menuju peningkatan spiritual, manusia dituntut untuk tidak hanya memahami secara teori, tetapi juga mempraktikkan apa yang diyakini. Salah satu pondasi paling penting dalam membangun kedalaman ruhani adalah sikap rendah hati atau dalam bahasa Islam disebut tawadhu’. Seseorang bisa saja memiliki harta melimpah, ilmu tinggi, jabatan mentereng, tapi tanpa kerendahan hati, semua itu bisa menjadi penghalang antara dirinya dan Tuhannya.
Orang yang rendah hati ibarat barang yang diletakkan di lantai, tak mungkin lagi jatuh. Namun bila ia berada di tempat tinggi, seperti di atas meja atau tangga, maka semakin besar kemungkinan ia terjatuh, dan jatuhnya pun lebih menyakitkan. Karena itu, semakin tinggi posisi atau kedudukan seseorang, justru harus semakin ia tunduk dan merunduk agar akarnya kuat menancap dan tidak tercabut oleh ujian di dunia.
Kerendahan hati bukan berarti lemah atau tidak percaya diri, tapi justru bentuk tertinggi dari kesadaran diri. Orang yang tawadhu’ menyadari betul siapa dirinya, dari mana asalnya, dan ke mana ia akan kembali. Ia tahu bahwa manusia diciptakan dari setetes air yang hina, dan akan kembali ke tanah yang sama. Kesombongan adalah penyakit ruhani yang membuat seseorang lupa bahwa segala sesuatu adalah titipan dari Allah semata.
Sebagaimana dikutip dalam hadits yang diceritakan dari Abu Musa Al-Asy’ari,
إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ آدَمَ مِنْ قَبْضَةٍ قَبَضَهَا مِنْ جَمِيعِ الأَرْضِ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari segenggam tanah yang diambil dari seluruh permukaan bumi.” (HR. Abu Dawud)
Hadis tersebut mengingatkan bahwa manusia berasal dari tanah, tempat yang rendah dan tak layak untuk sombong. Tanah menjadi simbol kerendahan hati, darinya tumbuh kehidupan, bukan keangkuhan. Maka, kesadaran akan asal-usul ini adalah fondasi agar manusia bisa mengakar kuat dan tumbuh menuju derajat yang tinggi di sisi Allah.
Dalam upaya memperdalam spiritualitas, tidak cukup hanya dengan tawadhu’. Seseorang juga harus menghidupkan sikap wara’ atau kehati-hatian. Wara’ berarti menjaga diri dari dosa, bahkan dari hal-hal yang mendekati dosa. Seorang yang memiliki wara’ akan berhati-hati dalam ucapan, dalam gerak tubuh, bahkan dalam niat yang tersembunyi. Ia tidak hanya takut berbuat dosa, tapi juga takut membuat orang lain tergelincir karenanya.
Selain itu, seorang penempuh jalan ruhani juga harus menjaga muru’ah atau harga diri dan kehormatan sebagai hamba Allah. Ini bukan soal gengsi, tapi soal adab. Jangan sampai karena status sosial, kekayaan, atau kekuasaan, seseorang malah kehilangan kepekaan dan menyakiti sesama. Contohnya, datang ke rumah duka dengan pakaian menor dan mencolok, atau bersenda gurau di saat orang lain sedang berduka, adalah bentuk kegagalan dalam menjaga kehormatan diri di hadapan Allah dan manusia.
Kerendahan hati, wara’, dan muru’ah merupakan tiga pondasi utama dalam membangun akar spiritual yang kuat. Tanpa akar, tak ada batang. Tanpa batang, tak akan tumbuh daun, bunga, atau buah. Maka jika seseorang ingin mengakar ke langit, menjulang dalam derajat keimanan dan kedekatan dengan Allah, ia harus rela terlebih dahulu merendahkan dirinya di hadapan Sang Pencipta.
Banyak orang memiliki ilmu, tapi tidak semua orang memiliki adab. Ilmu bisa membuat orang merasa tinggi, tapi adab membuatnya tetap membumi. Ilmu bisa membuka pintu-pintu logika, tapi adab membuka gerbang hati. Tanpa adab, ilmu akan membuat seseorang sombong, dan kesombongan itulah yang menghalangi datangnya hidayah dari Allah.
Kehidupan manusia itu ibarat grafik, naik saat muda, turun saat tua. Di usia senja, semua kemegahan mulai memudar, pendengaran melemah, penglihatan kabur, fisik melemah. Maka, apa lagi yang hendak disombongkan? Justru saat itulah, hati yang telah dilatih merendah akan menjadi tempat paling kokoh untuk bersandar. Hati yang mengenal hina asal-usulnya, adalah hati yang layak menerima cahaya Ilahi. Jalan menuju langit bukan melalui menara ego, tapi lewat tanah kerendahan hati. Sebab hanya yang merunduk, yang mampu menampung hujan keberkahan dari langit.